Fatwa Ulama: Kekuasaan Allah terhadap Hal-Hal yang Mungkin (Al-Mumkinat Al-Jaizat)
Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus
Pertanyaan:
Kami memiliki seorang guru filsafat di sekolah menengah dari kota Annaba yang bertanya kepada murid-muridnya: “Jika Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, apakah Dia bisa menciptakan tuhan yang lebih kuat daripada-Nya atau yang setara dengan-Nya?” Bagaimana kami harus menjawabnya? Jazakumullah khairan.
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari kiamat. Amma ba’du.
Allah Ta’ala Mahakuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa terkecuali, selama sesuatu itu sebelumnya adalah ‘adam (ketiadaan) yang layak untuk dijadikan ada. Inilah yang disebut al-mumkin al-jaiz (yang mungkin dan boleh ada), seperti alam semesta dan seluruh bagiannya. Adapun yang mustahil secara zatnya (seperti menciptakan tuhan lain), bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanya ada dalam khayalan.
Sedangkan Wajib al-Wujud (Yang Wajib Ada)—yaitu Allah Ta’ala beserta sifat-sifat-Nya yang melekat pada Dzat-Nya—tidak mungkin disifati dengan menciptakan atau memusnahkan Diri-Nya sendiri. Artinya, Dia tidak diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Dia adalah Yang Ada tanpa didahului oleh ketiadaan. Eksistensi-Nya berasal dari Dzat-Nya, untuk Dzat-Nya, bukan karena sebab luar atau faktor eksternal. Inilah makna firman-Nya,
هُوَ ٱلۡأَوَّلُ وَٱلۡأٓخِرُ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir.” (QS. Al-Hadid: 3)
Maksudnya, tidak ada sesuatu sebelum-Nya dan tidak ada sesuatu setelah-Nya. Oleh karena itu, tidak boleh dikatakan, “Allah menciptakan Dzat-Nya sendiri,” karena khalaq (penciptaan) adalah mengadakan sesuatu dari ketiadaan, sedangkan Allah Ta’ala tidak didahului oleh ketiadaan.
Selain itu, sesuatu yang bisa diciptakan pasti membutuhkan sebab luar yang mengadakan dirinya. Sedangkan sesuatu yang didahului oleh ketiadaan dan bisa diciptakan, tidak mungkin sama—apalagi lebih kuat—dari Allah Ta’ala. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan.
Allah Ta’ala telah menjelaskan dengan dalil akal tentang kemustahilan adanya tuhan selain-Nya, yang dikenal sebagai dalil at-tamanu’ (bukti kemustahilan banyak tuhan), dalam firman-Nya,
لَوۡ كَانَ فِيهِمَآ ءَالِهَةٌ إِلَّا ٱللَّهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ رَبِّ ٱلۡعَرۡشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Seandainya ada tuhan-tuhan selain Allah di langit dan bumi, niscaya keduanya telah rusak. Mahasuci Allah, Pemilik ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Anbiya’: 22)
Dan firman-Nya,
مَا ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ مِن وَلَدٖ وَمَا كَانَ مَعَهُۥ مِنۡ إِلَٰهٍۚ إِذٗا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهِۢ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (lain) bersama-Nya. Jika ada, niscaya setiap tuhan akan membawa ciptaannya sendiri, dan sebagian akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Mukminun: 91)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seandainya ada banyak tuhan, masing-masing akan menguasai ciptaannya sendiri, sehingga alam semesta tidak akan teratur. Padahal kenyataannya, alam ini tertata rapi—baik alam atas maupun bawah—saling terkait dengan kesempurnaan, sebagaimana firman-Nya,
مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ
“Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih.” (QS. Al-Mulk: 3)
Selain itu, setiap tuhan akan berusaha mengalahkan yang lain, sehingga terjadi pertentangan. Para ulama kalam menyebut bukti ini sebagai dalil at-tamanu’ (argumen kemustahilan banyak tuhan). Misalnya, jika ada dua pencipta, lalu yang satu ingin menggerakkan benda dan yang satu lagi ingin menghentikannya. Jika keinginan keduanya tidak terwujud, berarti mereka lemah (mustahil bagi Tuhan). Jika salah satu berhasil, berarti dialah Tuhan sejati, sedangkan yang lain adalah makhluk (karena Tuhan tidak mungkin dikalahkan). Inilah makna firman-Nya,
وَلَعَلَا بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. Al-Mukminun: 91)
Yakni, Mahasuci Allah dari klaim zalim orang-orang yang menyatakan-Nya beranak atau bersekutu.”
Kesimpulan
Kekuasaan Allah Ta’ala tidak berkaitan dengan Wajib al-Wujud (Diri-Nya sendiri), karena Dia bukan makhluk. Begitu pula, kekuasaan-Nya tidak terkait dengan hal-hal mustahil, karena mustahil adalah ketiadaan yang tidak nyata—sehingga tidak termasuk dalam firman-Nya,
وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرُۢ
“Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah: 120)
Perlu diketahui, tidak ada yang mustahil bagi kehendak dan kekuasaan Allah dari segi ketidakmampuan (‘ajz), baik hal yang mungkin, berlawanan, bertentangan, atau mustahil. Hanya saja, kekuasaan-Nya tidak terkait dengan hal mustahil karena hal itu bukanlah sesuatu yang ada. Kita menetapkan kehendak dan kekuasaan mutlak bagi Allah, sekaligus menafikan segala yang tidak layak bagi-Nya—seperti sekutu, istri, anak, atau penolong.
Peringatan
Sebenarnya, pertanyaan semacam ini tidak perlu diajukan. Guru filsafat yang memprovokasi murid-muridnya ini adalah seorang sufis yang suka mempermainkan logika, menyebarkan keraguan, dan berusaha merusak akidah yang lurus. Wajib berhati-hati darinya, dari filsafat Yunani, serta para pengikut dan pemujanya.
Dan ilmu (yang sebenarnya) hanya ada di sisi Allah Ta’ala. Penutup doa kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari Kiamat.
Baca juga: Sufi, Benarkah Itu Ajaran Nabi?
***
Penerjemah: Fauzan Hidayat
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/107176-fatwa-ulama-kekuasaan-allah-terhadap-hal-hal-yang-mungkin-al-mumkinat-al-jaizat.html